Tauhid yang Memersatukan: Membangun Fakta, Bukan Wacana, dalam Masyarakat yang Damai
Assalamu'alaikum
D. Kusumah
Dalam era di mana perbedaan seringkali menjadi sumber konflik dan perpecahan, penting bagi kita untuk kembali kepada prinsip-prinsip yang mampu mempersatukan, bukan memecah belah. Salah satu prinsip tersebut adalah tauhid, keyakinan akan keesaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Namun, apa yang terjadi ketika ajaran yang seharusnya menjadi landasan persatuan justru digunakan sebagai alat untuk membenarkan permusuhan dan kebencian?
Dakwah tauhid seharusnya menjadi penopang bagi kehidupan yang damai dan harmonis. Ajaran tentang keesaan Allah seharusnya membawa kita kepada pengertian bahwa kita semua bersaudara di hadapan-Nya. Namun, seringkali, dalam realitasnya, dakwah tauhid dijadikan sebagai justifikasi untuk saling menghujat, merendahkan, bahkan bertindak keras terhadap para penyeru dakwah tauhid itu sendiri.
Penting untuk diingat bahwa dakwah tauhid tidak hanya sekadar menyatakan keesaan Allah secara verbal, tetapi juga harus tercermin dalam perilaku dan interaksi kita sehari-hari. Memang manusia tidak di ma'sum, tetapi dakwah tauhid harus berbekas dalam bentuk nilai-nilai spiritualitas yang nyata dalam kepribadian orang yang mempelajarinya dengan benar. Janganlah kita membenarkan suatu perbuatan dengan dalih bahwa kita satu dalam dakwah tauhid, tapi ditolerir berpecah belah dan bermusuhan dengan dalih masalah dunia. Jika seseorang benar-benar menghayati tauhid, maka sikapnya akan tercermin dalam kasih sayang, keadilan, dan kedamaian.
Apabila ada yang mengklaim mengaji tauhid, tetapi perilakunya justru menciptakan ketidaknyamanan di antara sesama penyeru dakwah tauhid, kita perlu melihat lebih jauh. Kita perlu memastikan bahwa praktik dakwah tersebut benar-benar telah diuswahkan oleh penyerunya dalam mencerminkan nilai-nilai tauhid yang hakiki, yaitu nilai-nilai yang membawa kedamaian, persaudaraan, dan kasih sayang di antara sesama manusia.
Janganlah kita terlena oleh retorika keagamaan yang menyebutkan bahwa permusuhan dan kebencian adalah masih ditolerir karena yang hakikat itu adalah dilihat dari dakwah tauhidnya, bukan persatuan para pemeluk ajarannya. Sebaliknya, mari kita kembali kepada akar ajaran tauhid yang sejati, yang mendorong kita untuk menjaga kedamaian, menghormati perbedaan, dan mencintai sesama manusia. Sebab, sejatinya, tauhid yang hakiki adalah yang mempersatukan, bukan yang memecah belah.
Kita juga tidak boleh membenarkan perilaku-perilaku yang merugikan, dengan mengklaim bahwa itu hanyalah oknum. Sebaliknya, kita harus menegakkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam setiap tindakan kita. Setiap individu yang mengaku berdakwah tauhid harus bertanggung jawab atas tindakannya, dan tidak boleh menggunakan agama sebagai alasan untuk melakukan kekerasan atau memperkeruh suasana.
Kita hidup dalam masyarakat yang penuh dengan tantangan dan kompleksitas. Namun, hal tersebut tidak boleh menjadi alasan bagi kita untuk menyerah pada permusuhan dan konflik. Sebaliknya, mari kita jadikan tauhid sebagai fondasi yang kokoh untuk membangun masyarakat yang damai, harmonis, dan penuh kasih sayang. Bersama-sama, kita dapat mengubah wacana menjadi fakta yang nyata dalam kehidupan kita sehari-hari.
Semoga bermanfaat, barakallaah fiikum.

.jpeg)

Komentar
Posting Komentar